Menurut Direktur Utama UT, Djoko Pranoto, dengan situasi dan kondisi yang ada penjualan alat berat di bawah capaian tahun lalu. Penurunan penjualan tahun ini diperkirakan bisa sekitar 10 persen.
Semula UT menargetkan penjualan alat berat pada 2012 sebanyak 9.500 unit. Namun, melemahnya sektor pertambangan membuat target tersebut direvisi menjadi 8.000 unit. Jika prediksi penurunan sekitar 10 penjulan dari penjualan tahun lalu, maka penjualan alat berat tahun ini hanya sebesar 7.621 unit, beber Djoko, kepada FAJAR (JPNN Group), Senin (26/11).
Dia pun membeberkan, penjualan alat berat UT hingga Agustus 2012 turun 12,2 persen, menjadi sebanyak 5.035 unit. Sementara tahun lalu, penjualannya mencapai sebanyak 5.650 unit. Namun, khusus Agustus memang biasanya angka penjualan turun dipici Ramadan dan liburan panjang.
Turunnya penjualan alat berat ini karena menurunnya permintaan dari sektor pertambangan. Kami kurang tahu persis apa sebanya, tapi dari mitra bantak menyebut memilih menurunkan produksi, katanya.
General Manager Trakindo Indonesia Timur, Heru Susanto juga merasakan dampak penurunan penjualan alat berat sepanjang tahun 2012. Trakindo menargetkan melepas 6.000 unit alat berat secara nasional.
Dari jumlah itu, 12,5 persen atau sekitar 750 unit di antaranya disumbangkan wilayah Indonesia Timur. Meliputi Sulawesi, Maluku, dan Papua. Namun angka ini kata dia sulit dilampaui sama seperti tahun sebelumnya lantaran permintaan dari kalangan tambang sedang menurun.
Komoditas tambang sedang melemah. Ini memicu permintaan terhadap alat berat ikut turun, ungkapnya.
Trakindo sendiri sedang menggenjot layanan purnajual dengan menyediakan spare part. Perusahaan yang berdiri pada 1970 itu kini memiliki 65 cabang di seluruh Indonesia. Dua puluh di antaranya ada di wilayah Indonesia Timur. Trakindo menjadi dialer resmi untuk merek Caterpillar.
Baik United Tractor maupun Trakindo, kontribusi penjualan alat berat pertambangan berkontribusi terbesar bagi total penjualan nasional. Sisanya berasal dari alat berat sektor agri dan alat berat kehutanan.
Sementara itu, Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Makassar, Amirullah Abbas mensinyalir, salah satu faktor utama sehingga penjualan alat berat lesu karena Peraturan Menteri (Permen) ESDM, Nomor 7 tahun 2012, tentang peningkatan nilai tambah mineral melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral.
Menurut Amirullah, larangan ekspor Permen ESDM tersebut membuat produksi tambang ikut turun, terutama komoditas nikel. Bagaimana produksi mau naik karena ada larangan ekspor raw materil. Otomatis banyak alat menganggur, kata Amirullah.
Asosiasi Nikel Indonesia (ANI) kata Amirullah, telah melakukan uji materiil atas diberlakukannya Permen ESDM no 7 Tahun 2012 ke MA, pada 12 April 2012, silam. Namun Berdasarkan pengakuan ANI, MA mengabulkan dan memutuskan sebagian dari gugatan ANI.
Seharusnya, Permen No 7 tahun 2012 ini efektif berlaku tahun 2013, namun imbasnya sudah mulai terasa. Bukan saja bisnis alat berat yang akan turun, bisnis lain seperti ekspedisi juga terancam, ungkapnya
http://berita.plasa.msn.com/